GEMBALA DAN PANGGILANNYA
Oleh Dr. Eddy Peter Purwanto, MM, Ph.D.
Dikhotbahkan di Philadelpahi Baptist Chapel I, 16 Agustus 2006
“Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." Kata Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki." Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus: "Ikutlah Aku." (Yohanes 21:15-19)
Panggilan gembala adalah panggilan agung dari Tuhan. Seperti apa yang Paulus katakan dalam 1 Timotius 3:1: “Orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan pekerjaan yang indah.” Dan tugas penggembalaan adalah bagian dari perintah Amanat Agung, “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Matius 28:19-20). Oleh sebab itu, seorang gembala atau seorang hamba Tuhan harus memahami benar keagungan jabatan atau pelayanan yang dipercayakan kepada mereka. Memahami keagungan panggilan pelayanan sama sulitnya untuk mempertahankan keagungan pelayanan itu di tangan Anda. Oleh sebab itu lah sebelum Yesus memberikan tanggungjawab penggembalaan kepada Petrus, tiga kali Ia bertanya kepada Petrus dengan pertanyaan yang sama yaitu, apakah Petrus mengasihi Dia.
Alasan mengapa Yesus memberikan pertanyaan tiga kali dengan pertanyaan yang sama kepada Petrus, yaitu: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” adalah alasan yang mengandung syarat seorang pemimpin jemaat atau gembala atau hamba Tuhan. Ada dua syarat mutlak seorang hamba Tuhan yang dapat dipercayai untuk menggembalakan domba Allah, yaitu:
Pertama, Ia harus mengasihi Kristus.
Tiga kali Yesus bertanya dengan pertanyaan yang sama, “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Menunjukkan bahwa syarat mutlak seorang gembala adalah bahwa Ia mengasihi Kristus yang telah menyelamatkan jiwanya dan yang telah memanggilnya untuk menerima jabatan yang mulia itu. Kasih kepada Kristus adalah syarat mutlak, karena; 1) hanya orang yang sudah benar-benar bertobatlah yang dapat mengasihi Kristus dengan segenap hatinya. Dan tanpa pertobatan ini tak seorangpun berhak untuk menjadi gembala atau melayani Dia yang adalah kudus; 2) orang yang tidak bisa mengasihi Tuhan yang telah mengorbankan Diri-Nya demi menebusnya dari penghukuman dosa, tidak mungkin dapat mengasihi sesamanya yang tidak pernah berkorban apa-apa untuknya; 3) Yesus pernah membandingkan kasih kepada Allah dengan kasih kepada mammon, ini berarti orang yang tidak mengasihi Kristus atau Tuhan ia akan mengasihi mammon, dan jika seorang hamba Tuhan adalah hamba mammon, maka ia akan menghancurkan pelayanan suci gereja dan mengubah gereja menjadi ladang bisnis.
Pertanyaan ini juga mengingatkan Petrus pada saat perjamuan malam sebelum Yesus di tangkap. Ketika Yesus memperingatkan Petrus, “Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu” (Lukas 22:31-32). Namun jawab Petrus: “Tuhan, aku bersedia masuk penjara dan mati bersama-sama dengan Engkau!” (Lukas 22:33). Tetapi Yesus berkata: “Aku berkata kepadamu, Petrus, hari ini ayam tidak akan berkokok, sebelum engkau tiga kali menyangkal, bahwa engkau mengenal Aku” (Lukas 22:34). Dan apa yang dikatakan Yesus ini benar-benar terjadi atas Petrus yang semula begitu percaya diri. Ketika Yesus diperhadapkan kepada imam besar, di sana Petrus menyangkal Yesus tiga kali.
Oleh karena tugas penggembalaan adalah tugas yang agung sekaligus tugas yang berat, maka Yesus mempertegas pernyataan kasih Petrus kepada-Nya dengan mengajukan pertanyaan yang sama sebanyak tiga kali, “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?”
Hudson Taylor, seorang misionaris dan pionir yang agung yang melayani di China, pernah mewancarai para misionaris muda yang akan segera dikirim ke ladang pelayanan yang penuh bahaya dan penderitaan. Hudson Taylor bertanya kepada mereka, “Apa yang memotivasi Anda semua untuk mau menjadi misionaris, meninggalkan Negara Anda dan pergi ke Negara yang asing bagi Anda dengan berbagai bahaya dan ancaman penderitaan, penganiayaan dan kematian?” Di antara para misionari muda itu menjawab, “Karena saya ingin mentaati Amanat Agung Kristus!” yang lain menjawab, ‘Karena panggilan jiwa-jiwa terhilang.” Dan banyak jawaban serupa yang keluar dari mulut para misionaris muda itu. Namun Taylor berkata kepada mereka, “Jawaban Anda semua tidak salah. Namun saya kwatir Anda akan gagal dalam pelayanan Anda jika bukan kasih Anda kepada Kristus yang menjadi motivasi utama Anda.
Pernyataan yang agung dan mengesankan adalah pernyataan dalam doa misionaris tersohor David Livingstone. Dalam doanya Livingstone berkata kepada Tuhan, “Tuhan, utus aku kemana saja, hanya sertailah aku. Letakan beban apa saja atas ku, hanya topanglah aku. Putuskan ikatan apa saja dari padaku, kecuali ikatan yang mengikatku kepada pelayananMu dan kepada hati-Mu.”
Kedua, Ia harus mengasihi kawanan domba Allah.
Petrus adalah tokoh Rasul yang sangat berpengaruh di antara teman-teman rasul lainnya. Ini terbukti sebelum Yesus memberikan tugas penggembalaan ini. Dalam pasal yang sama, yaitu Yohanes pasal 21 dikisahkan, “Di pantai itu berkumpul Simon Petrus, Tomas yang disebut Didimus, Natanael dari Kana yang di Galilea, anak-anak Zebedeus dan dua orang murid-Nya yang lain. Kata Simon Petrus kepada mereka: "Aku pergi menangkap ikan." Kata mereka kepadanya: "Kami pergi juga dengan engkau." Mereka berangkat lalu naik ke perahu” (Yohanes 21:2-3). Pengaruh yang dimiliki Petrus bisa membawa kawanan domba Allah tetap terjaga, terpelihara, dilayani atau sebaliknya tercerai berai oleh karena sang gembala meninggalkan komitmen tugas penggembalaan dan kembali ke dalam profesi sebelumnya, yaitu menjadi penjala ikan.
Komitmen panggilan menjadi seorang gembala tidak boleh pudar atau bahkan hilang sama sekali dari dalam diri gembala itu sendiri. Oleh sebab itu, seorang gembala yang dapat dipercayai adalah seorang gembala yang benar-benar mengasihi jemaat Allah. Hanya kasihnya kepada Tuhan dan kawanan domba Allah yang akan membuatnya bertahan dalam pelayanan penggembalaan, walaupun seberat apapun tantangannya. Sama seperti Kristus mengasihi jemaat dan berkorban untuk jemaat, begitu jugalah seorang gembala yang Tuhan percayakan untuk menggembalakan kawanan domba Allah harus meneladani teladan yang telah diberikan oleh Kristus, sang Gembala Agung. Hanya kasihnya kepada Tuhan dan kawanan domba yang membuat gembala berani berkorban untuk kawanan domba Allah, dan bukan malah mengorbankan domba-domba itu atau menjadikan domba itu sebagai korbannya.
Nasehat C.H. Spurgeon untuk para gembala adalah, “Carilah domba yang tersesat satu per satu, jangan membenci pekerjaan Anda ini, karena Tuhan Anda dalam perumpamaan-Nya menceritakan gembala yang baik selalu memperhatikan dombanya, bukan dalam suatu kawanan, namun satu per satu.”[1] Dan Richard Baxter juga menasehatkan kepada para gembala, “Para pelayan tidak hanya melulu menjadi pengkhotbah publik, namun juga dikenal sebagai konselor bagi jiwa-jiwa mereka, sebagai dokter untuk tubuh mereka… sampai di sini Anda sangat perlu memahami masalah-masalah praktis, dan terutama agar Anda harus memahami dengan natur anugerah yang menyelamatkan, dan dapat membantu mereka menguji keadaannya, dan memecahkan pertanyaan utama berhubungan dengan kehidupan atau kematian kekal mereka. Satu perkataan yang dapat dipertanggungjawabkan, nasehat yang bijaksana, yang diberikan oleh hamba Tuhan kepada orang-orang yang membutuhkan, mungkin lebih berguna dari pada banyak khotbah.”[2]
Kasih kepada Kristus dan kasih kepada kawanan domba adalah syarat mutlak untuk menjadi seorang gembala atau menerima panggilan menjadi gembala. Namun yang menyedihkan pada zaman ini menurut Dr. Lloyd-Jones adalah bahwa “banyak orang sedang mengutus diri mereka sendiri, menetapkan diri mereka sendiri untuk menjadi seorang pengkhotbah atau pemberita Firman. Tentu ini adalah suatu kesalahan. Saya menafsirkan pernyataan dalam Roma 10 sebagai maksud bahwa Tuhan yang mengutus kita, dan juga bahwa gereja yang mengutus kita. Tidak seorangpun yang dibenarkan untuk mulai pelayanan pemberitaan Firman atau mungkin ia mengangkat dirinya sendiri menjadi seorang pengkhotbah. Ada elemen pengutus, dan kita harus kembali kepada aturan itu… Anda harus diutus yang sudah tentu bahwa Tuhan mengutus Anda; tentu bahwa gereja sedang mengutus Anda.”[3]
Dr. Lloyd-Jones juga menegaskan, “Memberitakan firman bukan sesuatu yang orang pernah diputuskan untuk melakukan itu. Apa yang terjadi agaknya adalah bahwa ia menjadi sadar akan “panggilan”… Secara umum panggilan mulai dalam bentuk kesadaran dalam roh seseorang, sesuatu yang mengganggu dalam roh, kemudian pikiranmu diarahkan kepada pertanyaan-pertanyaan tentang pemberitaan firman…Ini adalah panggilan Tuhan untuk Anda, dan Tuhan melakukan atasmu melalui Roh-Nya; ini adalah sesuatu yang membuat Anda menyadari tentang apa yang harus Anda lakukan.[4]
Dari perikop yang kita bahas ini, kita bukan hanya memperoleh pelajaran mengenai syarat seorang gembala, namun kita juga menemukan tugas seorang gembala, yaitu;
Pertama, membesarkan bayi-bayi rohani.
Tugas pertama adalah membesarkan bayi-bayi rohani dalam jemaat. Yesus bertanya kepada Petrus,
“Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" (Yohanes 21:15)
Dan Petrus menjawab,
“Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau” (Yohanes 21:15).
Kemudian Yesus berkata,
“Gembalakanlah domba-domba-Ku” (Yohanes 21:15)
Kalimat “Gembalakanlah domba-domba-Ku” ini berasal dari frase Yunani “βοσκε τα αρνια μου” atau diterjemahkan dalam Alkitab bahasa Inggris King James Version, “Feed my lambs.” Baik dalam Alkitab bahasa asli atau Yunani Textus Receptus maupun dalam Alkitab KJV, frase itu menunjukkan tugas memberi makan kepada anak-anak domba atau bayi-bayi rohani. Dan perintah ini berbeda dengan perintah yang kedua dan yang ketiga yang dalam Alkitab bahasa Indonesia semuanya diterjemahkan menjadi “Gembalakanlah domba-domba-Ku.”
Dalam perintah pertama di balik frase “Gembalakanlah domba-domba-Ku” adalah tugas seorang gembala adalah memberikan makanan yang bergisi dari Firman Tuhan kepada bayi-bayi rohani agar mereka bisa tumbuh sehat dan kuat yang diharapkan nantinya bisa menjadi jemaat-jemaat dewasa yang kuat. Tugas utama seorang gembala terhadap bayi-bayi rohani adalah mengetahui dengan pasti melalui penelitian yang dalam mengenai apakah jemaat-jemaat yang baru bergabung atau baru akan bergabung itu benar-benar sudah bertobat. Karena jika ternyata mereka belum bertobat, sungguh disayangkan jika mereka ‘merasa’ sudah selamat karena diterima menjadi anggota jemaat, namun ternyata ia harus masuk neraka. Atau tidak menutup kemungkinan bahwa jemaat yang belum bertobat akan menjadi sumber permasalahan di dalam gereja dan bahkan bisa menghancurkan gereja.
C. H. Spurgeon adalah salah satu dari para pengkhotbah belakangan yang mengikuti cara penginjilan kaum Puritan. Saya secara pribadi percaya bahwa sungguh berhikmat jika kita kembali ke metode yang digunakan oleh Spurgeon. Terlalu sering orang-orang zaman sekarang ini yang telah dibaptis namun tanpa pertobatan. Saya berpikir cara yang terbaik untuk menghindari hal ini adalah para Gembala harus mengikuti metode Spurgeon. Ia dengan sungguh-sungguh menghimbau setiap pengkhotbah Baptis untuk menyediakan ruangan yang tenang di mana ia dapat berbicara panjang lebar dengan orang yang terhilang. Ia menjelaskan kepada para mahasiswa di Pastor’s College-nya seperti yang juga sudah saya kutip di atas:
Jika Anda mau melihat hasil dari khotbah-khotbah Anda, Anda harus dapat berhubungan dengan orang-orang yang Anda layani. Sungguh mengejutkan bila berpikir bahwa ada hamba-hamba Tuhan yang telah tidak memiliki metode apapun untuk melayani orang-orang yang ragu. Sedini mungkin Anda harus segera menetapkan dan melakukan secara reguler memperhatikan semua orang yang mencari Kristus, dan Anda harus dengan ramah mengundang mereka datang dan berbicara dengan Anda. Carilah domba yang tersesat satu per satu, jangan membenci pekerjaan Anda ini, karena Tuhan Anda dalam perumpamaan-Nya menceritakan gembala yang baik selalu memperhatikan dombanya, bukan dalam suatu kawanan, namun satu per satu. [5]
Berbicara tentang subyek yang sama seperti yang dikutip di atas, pengkhotbah abad tujuh belas Richard Baxter berkata kepada para Gembala:
Karya pertobatan adalah hal yang terutama dan teragung yang kita harus arahkan ke sana; setelah ini kita harus mengerjakan dengan seluruh kekuatan kita… Kita harus siap untuk memberikan bimbingan kepada orang-orang yang bertanya, yang datang kepada kita. Para pelayan tidak hanya melulu menjadi pengkhotbah publik, namun juga dikenal sebagai konselor bagi jiwa-jiwa mereka, sebagai dokter untuk tubuh mereka… sampai di sini Anda sangat perlu memahami masalah-masalah praktis, dan terutama agar Anda harus memahami dengan natur anugerah yang menyelamatkan, dan dapat membantu mereka menguji keadaannya, dan memecahkan pertanyaan utama berhubungan dengan kehidupan atau kematian kekal mereka. Satu perkataan yang dapat dipertanggungjawabkan, nasehat yang bijaksana, yang diberikan oleh hamba Tuhan kepada orang-orang yang membutuhkan, mungkin lebih berguna dari pada banyak khotbah.” [6]
Kedua, merawat setiap domba dalam kawanan domba Allah.
Pertanyaan kedua Yesus adalah pertanyaan yang sama dengan yang pertama, “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?”
Petrus menjawab,
“Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.”
Kemudian Yesus kembali memberi tugas yang berbeda dengan tugas yang pertama, walaupun dalam Alkitab bahasa Indonesia tetap diterjemahkan:
“Gembalakanlah domba-domba-Ku” (Yohanes 21:16).
Dalam Alkitab bahasa Yunani frase ini berbunyi, “ποιμαινε τα προβατα μου.” Kata “gembalakan” dalam ayat 15 atau pertanyaan yang pertama menggunakan kata “boske” yaitu bentuk present impertif aktif dari kata ‘boskoo’ yang berarti “memberi makan.” Sedangkan kata “gembalakan” dalam perintah kedua atau dalam ayat 16 ini menggunakan kata “poimaine, ” bentuk present impertif aktif dari kata ‘poimainoo’ yang berarti “memberi makan, merawat atau memelihara kawanan domba.”[7] Tugas seorang gembala bukan hanya sekedar memberi makan yang cukup kepada setiap dombanya, namun ia harus juga merawat, senantiasa menjaga mereka. Mengobati yang sakit dan terluka, memberikan kehangatan kepada yang kedinginan dan memberikan rasa aman dari segala ancaman.
Ketiga, Seorang gembala tidak boleh berhenti belajar.
Perintah “gembalakan domba-domba-Ku” yang ketiga juga memiliki penekanan yang berbeda dengan perintah pertama dan kedua, yaitu “βοσκε τα προβατα μου.” Penekanan perintah kedua adalah “merawat dan menjaga,” sedangkan dalam perintah pertama adalah “memberi makan” dan dalam perintah ketiga ini yang ditekankan juga “memberi makan” atau “boske” bukan kepada bayi-bayi rohani atau domba-domba kecil (arnia), tetapi kepada domba-domba dewasa (probata). Ini artinya makanan yang diberikan kepada bayi-bayi rohani jelas berbeda dengan orang-orang yang sudah dewasa dalam iman dan pengetahuan akan Firman Allah. Domba-domba yang sudah dewasa tidak mungkin dikenyangkan dengan khotbah-khotbah untuk bayi-bayi rohani, oleh sebab itu ini merupakan tuntutan bagi para gembala untuk belajar secara terus menerus (life-long learning).
Edward Dering seorang tokoh Puritan berkata, “Hamba Tuhan yang setia, seperti Kristus, adalah orang yang hanya berkhotbah dari Alkitab saja.”[8] Dan John Owen menyetujuinya dengan berkata, “Tugas utama dan prinsip dari seorang Gembala adalah memberi makan kepada domba-dombanya dengan khotbah yang dalam dari Alkitab.”[9] Sebagaimana Miller Maclure katakan bahwa bagi kaum Puritan, khotbah tidak boleh memutarbalikan Kitab Suci, namun secara literal harus dari dalam Alkitab; bukan teks di dalam khotbah, namun khotbah di dalam teks.[10] Henry Smith yang juga adalah pengkhotbah Puritan berkata kepada jemaatnya, “Kita harus selalu menempatkan Firman Allah di depan kita sebagai aturan hidup, dan tidak mempercayai yang lain selain apa yang diajarkan Alkitab, tidak mengasihi yang lain selain yang ditentukan Alkitab, tidak membenci yang lain selain yang dibenci Alkitab, tidak melakukan yang lain selain yang diperintahkan oleh Alkitab.”[11]
KESIMPULAN
Untuk bisa menjadi seorang yang dapat melaksanakan tugas-tugas berat di atas, ia bukan hanya sudah diselamatkan – itu adalah syarat mutlak, namun ia juga harus memiliki panggilan untuk tugas pelayanan tersebut. Untuk mempertimbangkan panggilan Anda, saya berikan khotbah Dr. R.L. Hymers, Jr berikut ini sebagai alat untuk menguji panggilan Anda.
PANGGILAN UNTUK MEMBERITAKAN FIRMAN
(THE CALL TO PREACH)
Oleh: Dr. Robert Hymers
Diterjemahkan oleh Dr. Eddy Peter Purwanto
Dikhotbahkan di Kebaktian Sabtu Malam, 26 November 2005
Di Baptist Tabernacle of Los Angeles
“Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya?” (Roma 10:14)
Saya telah memikirkan tentang tema khotbah ini untuk waktu yang lama. Saya mulai berkhotbah sejak bulan April empat puluh tujuh tahun yang lalu. Dan itu berarti mendekati lima dekade, saya telah belajar dan berpikir tentang tema yang agung ini.
Buku terbaik yang pernah saya baca tentang subyek ini adalah Preaching and Preachers oleh Dr. Martyn Lloyd-Jones (Zondervan Publishing House, 1971). Ini mungkin kelihatannya agak aneh karena saya harus merekomendasikan buku tentang khotbah yang ditulis oleh orang yang tidak dididik menjadi seorang pengkhotbah. Dr. Lloyd-Jones tidak pernah memiliki pengalaman belajar di sekolah Alkitab atau seminari teologi. Ia dididik di bidang medis di St. Bartholomew’s Hospital di London, Inggris dan menjadi seorang dokter medis. Ia adalah asisten untuk ahli fisika raja, Lord Horder. Dr. Lloyd-Jones meninggalkan karirnya di bidang medis sejak tahun 1927 dan menjadi gembala jemaat di Aberavon, South Wales, di United Kingdom. Sepanjang periode kebanggunan rohani yang agung datang, pada saat ia sedang berkhotbah, Tuhan mengirim kebangunan rohani. Dalam pemikiran saya Dr. Lloyd-Jones adalah salah satu pengkhotbah terbesar di abad dua puluh. Sekarang, Anda boleh mendebat ini, dan bahwa semua yang saya pikirkan tentang dia benar. Tetapi jika Anda tertarik akan subyek khotbah ini, Anda harus membaca bukunya, Preaching and Preachers. Ini akan sangat membantu Anda jika Anda adalah seorang pengkhotbah, atau jika Anda sedang berpikir dan berdoa tentang apa yang Tuhan inginkan agar Anda menjadi seorang pengkhotbah.
Beberapa bulan belakangan ini beberapa anak muda di gereja kita membuat suatu deklarasi terbuka bahwa mereka akan berdoa tentang hal ini. Jadi, demi kebaikan mereka, dan demi kebaikan orang lain yang mungkin membaca khotbah ini dalam website, saya pikir saya harus berbicara tentang subyek pemberitaan Firman. Saya akan banyak membicarakan apa yang ada dalam buku Dr. Lloyd-Jones, Preaching and Preachers, dan bukunya yang berjudul “What is Preaching?” (D. Martyn Lloyd-Jones, Knowing the Times, Banner of Truth Trust, 1989, chapter 14).
Saya akan mulai dengan teks kita,
"Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya?” (Roma 10:14)
Dr. Lloyd-Jones berkata, “kebutuhan terutama yang urgent dalam Gereja Kristen hari ini adalah khotbah yang benar, ini adalah kebutuhan terbesar yang sangat nyata juga bagi dunia. " (Preaching and Preachers, p. 9). Dr. Lloyd-Jones menekankan bahwa khotbah “telah jatuh dari tempat yang pernah diduduki… pusat dan posisi berkuasa dalam kehidupan Gereja, khususnya dalam Protestantisme.” (ibid., p. 11).
Jika seseorang menulis buku tentang sejarah pemberitaan Firman tiga atau empat ratus tahun dari sekarang, maka bagian dari abad dua puluh ini tidak akan diragukan lagi akan menjadi lukisan atau gambaran sebagai masa yang sangat miskin akan pemberitaan Firman. Saya akan memberikan penjelasan secara sederhana kepada Anda beberapa pikiran dan ide saya, dan saya kembali menghubungkan dengan buku Dr. Lloyd-Jones dan memberikan pelajaran kepada Anda untuk memiliki gambaran yang lebih sempurna. Tetapi saya pikir ada beberapa alasan mengapa pemberitaan Firman yang benar sedang mengalami kemunduran saat ini. Saya akan memberikan salah satu dari semua alasan itu kepada Anda malam ini. Yaitu panggilan untuk memberitakan Firman tidak ditekankan lagi. Lihat Roma 10:15, bagian akhir ayat berbunyi:
"Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya?” (Roma 10:14)
Dr. Lloyd-Jones berkata,
Siapa yang mengutus mereka? Bersama kita, saya katakan, kesulitannya adalah bahwa banyak orang sedang mengutus diri mereka sendiri, menetapkan diri mereka sendiri untuk menjadi seorang pengkhotbah atau pemberita Firman. Tentu ini adalah suatu kesalahan. Saya menafsirkan pernyataan dalam Roma 10 sebagai maksud bahwa Tuhan yang mengutus kita, dan juga bahwa gereja yang mengutus kita. Tidak seorangpun yang dibenarkan untuk mulai pelayanan pemberitaan Firman atau mungkin ia mengangkat dirinya sendiri menjadi seorang pengkhotbah. Ada elemen pengutus, dan kita harus kembali kepada aturan itu… Anda harus diutus yang sudah tentu bahwa Tuhan mengutus Anda; tentu bahwa gereja sedang mengutus Anda. (Lloyd-Jones, "What is Preaching?," p. 260).
Sekarang, juga ada hal yang sangat dahsyat yang harus diketahui, sangat menakutkan berhubungan dengan panggilan yang benar untuk melayani. Mari kita membuka I Korintus 2:3. Mari kita berdiri dan membaca ayat ini dengan suara keras.
"Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar.” (I Korintus 2:3).
Silahkan saudara duduk kembali.
Perasaan tidak mampu, perasaan takut, perasaan rendah diri memenuhi orang yang sungguh-sungguh terpanggil untuk melayani. Patut dicatat bahwa Paulus mengatakan ini di tengah-tengah kesaksian pelayanannya yang luar biasa dalam pemberitaan Injil (I Korintus 1:18-2:8). Perasaan tidak mampu, takut dan rendah. Itulah yang juga Musa rasakan ketika Tuhan memanggil dia. “Aku tidak dapat melakukan ini! Aku dipanggil untuk melakukan sesuatu yang aku tidak dapat lakukan!” Selalu ada perasaan seperti itu di dalam orang yang benar-benar dipanggil untuk menjadi pemberita Firman atau pengkhotbah. Yeremia juga merasakan itu.
"Tetapi apabila aku berpikir: "Aku tidak mau mengingat Dia dan tidak mau mengucapkan firman lagi demi nama-Nya", maka dalam hatiku ada sesuatu yang seperti api yang menyala-nyala, terkurung dalam tulang-tulangku; aku berlelah-lelah untuk menahannya, tetapi aku tidak sanggup.” (Yeremia 20:9).
Saya merasa letih untuk tidak memberitakan Firman! Saya tidak dapat bertahan untuk tidak melakukannya. Saya harus melakukannya! Ada suatu tekanan dalam panggilan menjadi pemberita Firman. Dr. W.A. Criswell menyebutnya sebagai “inner necessity to speak” (The Criswell Study Bible, note on Jeremiah 20:9). Panggilan untuk menjadi pemberita firman begitu menekan (compulsive). Ini adalah kata bahasa Inggris terbaik – compulsive. Anda dipaksa, ditekan, dikuasai, dikendalikan untuk itu. Seseorang yang belajar ilmu psikologi bahkan harus membandingkan ini dengan “obsessive compulsive behavior”. Orang yang dipanggil untuk memberitakan firman tidak akan sejahtera, ada tekanan untuk melakukan itu, ada dorongan untuk melakukan itu. Dan saya pikir ini adalah yang mendorong pengkhotbah besar Spurgeon untuk mengatakan hal ini yang harus diterapkan oleh para pelayanan Tuhan di sekolah Alkitabnya, “Anak muda, hindarilah pelayanan jika itu semua mungkin dapat engkau lakukan.” Jika Anda dapat menghindari panggilan untuk melayani, jika Anda tidak didorong oleh tekanan dan keharusan yang terus membuat hatimu tidak sejahtera, maka lakukan ini dan lupakan pekerjaan sebagai pengkhotbah ini. Beberapa anak muda mungkin bertanya demikian, “Bagaimana saya dapat mengetahui jika saya dipanggil?” Yah, apakah Anda merasa ada yang menekan Anda untuk melakukannya? Apakah Anda merasakan ada sesuatu yang terus mendorong Anda untuk melakukannya?Apakah tidak ada pilihan lain? Jika ada, lupakan semua hal ini. Dr. Lloyd-Jones berkata,
Beberapa dari Anda yang familiar dengan kehidupan dan pelayanan luar biasa dari George Whitefield, salah satu dari pengkhotbah terbesar di sepanjang masa, akan mengingat keraguannya untuk menjadi pemberita firman. Ia sangat ketakutan… ia mengalami tekanan dalam pikiran dan rohnya. Ia merasa bahwa ia tidak layak, dan tentu, orang yang tidak memiliki perasaan tidak layak seperti ini tidak dibenarkan untuk naik ke mimbar. [Whitefield] adalah orang yang meragukan kemampuan dirinya untuk waktu yang lama dan secara serius mengalami tekanan batin. (Martyn Lloyd-Jones, M.D., "What Is Preaching?" in Knowing the Times, Banner of Truth Trust, 1989, p. 262).
Ini juga terjadi dalam kasus John Wesley. Dan dua orang dari Kabangunan Rohani Pertama ini ada di antara para pengkhotbah besar yang pernah hidup.
Weakness [perasaan tidak mampu], fear [perasaan takut], trembling [perasaan rendah], awe [perasaan takut], dread [ketakutan], a "burning fire shut up in my bones… weary with forbearing," alarmed, compelled, driven, forced, "an inner necessity to speak." Semua ini adalah kata-kata dalam bahasa Inggris yang merefleksikan beberapa tekanan batin yang berhubungan dengan panggilan sejati dari Tuhan untuk memberitakan Injil. Jika Anda tidak memilikinya – jangan lakukan itu! “Anak muda, hindarilah pelayanan jika itu mungkin dapat engkau lakukan.” Dr. Lloyd-Jones berkata,
Memberitakan firman bukan sesuatu yang orang pernah diputuskan untuk melakukan itu. Apa yang terjadi agaknya adalah bahwa ia menjadi sadar akan “panggilan”… Secara umum panggilan mulai dalam bentuk kesadaran dalam roh seseorang, sesuatu yang mengganggu dalam roh, kemudian pikiranmu diarahkan kepada pertanyaan-pertanyaan tentang pemberitaan firman…Ini adalah panggilan Tuhan untuk Anda, dan Tuhan melakukan atasmu melalui Roh-Nya; ini adalah sesuatu yang membuat Anda menyadari tentang apa yang harus Anda lakukan. (Preaching and Preachers, p. 104).
Ini berarti bahwa Anda memiliki perasaan bahwa Anda tidak dapat melakukan apa-apa. Saya percaya inilah yang dimaksud oleh Mr. Spurgeon ketika berkata kepada orang-orang muda itu – “Jika Anda dapat melakukan sesuatu lakukanlah. Jika Anda dapat meninggalkan pelayanan, tinggalkan pelayanan.” Saya harus katakan tanpa ragu, saya harus katakan bahwa hanya orang yang dipanggil menjadi pemberita Firman yang tidak dapat melakukan apapun untuk hidup di luar pelayanan. Panggilan untuk memberitakan firman begitu kuat atasnya, sehingga ia berkata, “Saya tidak dapat berbuat apa-apa. Saya harus memberitakan firman.” (ibid., p. 105).
(SELESAI)
Anda
dapat membaca khotbah-khotbah Dr. Hymers setiap minggu di Internet
di
www.rlhymersjr.com. Click
on "Sermon Manuscripts."
[1] C. H. Spurgeon, Lectures to My Students (New York: Robert Carter & Brothers, 1889), pp. 60-61
[2] Richard Baxter, The Reformed Pastor (Edinburgh, Scotland: Banner of Truth Trust, 1989, reprinted from the 1656 edition), pp. 94-97
[3] Lloyd-Jones, "What is Preaching?," p. 260
[4] Preaching and Preachers, p. 104
[5] Ibid.
[6] ibid.
[7] Wesley J. Perschbacher, The New Analytical Greek Lexicon, Hendrickson Publishers.
[8] M. Derings Workes (1597; reprint New York: Da Capo Press, 1972), hal. 456.
[9] The Works of John Owen, ed. William H. Goold (1853; London: Banner of Truth Trust, 1965), 16:74.
[10] The Paul's Cross Sermons, 1534-1642 (Toronto: University of Toronto Press, 1958), hal. 165.
[11] “Food for New-Born Babes," in The Works of Henry Smith, ed. Thomas Smith (Edinburgh: James Nichol, 1866), 1:494.