KESAKSIAN KRITUS YANG TIDAK MUNGKIN SALAH
BAHWA ALKITAB ADALAH FIRMAN ALLAH
Oleh Pdt. Eddy Peter Purwanto, Ph.D.
Khotbah ini dikhobahkan di Kebaktian Sore, 11 Pebruari 2007
di Philadelphia Baptist Fellowship
Sebelumnya saya minta maaf karena pada tanggal 15 Oktober 2006 saya telah berjanji kepada anda untuk mendiskusikan setiap bagian dari buku Dr. W. A. Criswell yang berjudul “Why I Preach That the Bible Is Literally True” dalam bentuk khotbah seri tentang doktrin Alkitab atau bibliologi, namun oleh karena alasan tertentu saya tidak memenuhi janji saya. Namun ijinkanlah mulai minggu ini saya memenuhi janji saya untuk menyampaikan khotbah seri bibliologi yang didasarkan atau diadaptasi dari setiap bab dalam buku Dr. W. A. Criswell di atas dan di akhir kebaktian kita bisa mendiskusikannya dalam sesi tanya jawab dan anda boleh bertanya apa saja berhubungan dengan tema ini. Seri khotbah bibliologi yang kedua sore hari ini adalah: “Kesaksian Kristus yang Tidak Mungkin Salah Bahwa Alkitab adalah Firman Allah.”
Mengapa saya percaya bahwa Alkitab secara literal benar? Salah satu alasannya adalah kesaksian dari Yesus Kristus, Tuhan kita. Pengajaran Yesus adalah otoritas tertinggi yang di dalamnya orang Kristen dapat membuat pendekatan langsung. Pandangan Kristus tentang Kitab Suci harus menjadi pandangan hamba-hamba-Nya. Tidak ada kesaksian yang lebih dapat dipercaya untuk natur Kitab Suci dari pada kesaksian Seseorang yang telah mati dan bangkit kembali dari kematian. Jika kita menerima pengajaran Yesus Kristus, kita harus menerima pengajaran Tuhan kita berhubungan dengan Alkitab.
Bukti yang jelas dan terang dikatakan dalam Perjanjian Baru. Di sana, menurut Yesus, penyataan Allah dinyatakan dalam catatan tertulis. Apa yang Kitab Suci katakan, adalah apa yang Allah firmankan. Ini dapat dengan mudah nampak seperti dalam perikop-perikop seperti berikut ini, Matius 5:18; 19:4; dan Yohanes 10:35. Entah kita mau menerima atau tidak, kesaksian-Nya terhadap Kitab Suci adalah suatu komentari yang konsisten bagi proses pemuridan kita sebagai orang Kristen. Ini tidaklah sulit untuk memahami kritik biblika yang tidak mempedulikan keilahian sang Juruselamat, meragukan kejujuran Kitab Suci, namun sungguh aneh jika kita menemukan orang percaya yang mengakui imannya di dalam Tuhan dan kemudian tidak mempedulikan doktrin/pengajaran Kristus tentang inspirasi Alkitab. Otoritas Kitab Suci bersandar pada keilahian Kristus. Ketika seseorang menerima Anak Allah di dalam iman, pertanyaan tentang otoritas dimantapkan. Jika kita menerima pengajaran Yesus Kristus, kita harus menerima seluruh Alkitab, karena Yesus Kristus telah memberikan stempel otoritas-Nya di atas keseluruhan Alkitab.
Yesus dan Alkitab-Nya
Yang paling menyakinkan dari semua bukti dan argumentasi untuk inspirasi Alkitab secara kata per kata (verbal inspiration of the Bible) adalah fakta bahwa Tuhan Yesus Kristus menjunjung tinggi Kitab Suci dan memperlakukannya seperti itu. Lihatlah bagian-bagian Alkitab seperti Matius 19:4-5; 22:29; 23:35; Markus 7:13; Lukas 24:44; Yohanes 5:39; 10:35. Yesus percaya dan mengajarkan infallibelitas Kitab Suci. Ia menjunjung tinggi Kitab Suci sebagai otoritas illahi dan sebagai otoritas akhir dari semua pertanyaan. Cara Ia mengutip Kitab Suci menunjukkan dengan jelas bukti ini. Secara terus menerus, Ia memberikan pernyataan-pernyataan seperti, “Sudahkah kamu membaca?” dan “Seperti ada tertulis,” dan “Selidikilah Kitab Suci.” Ia memberikan meterai-Nya yang membuktikan bahwa Kitab Suci adalah historis [bukan dongeng] dan wahyu dari Allah. Ia melengkapinya (supplement), namun tidak pernah menggantinya (supplant). Ia menguatkannya (amplifies), namun tidak pernah menghapusnya (nullifies). Ia memodifikasi menurut hak progratif illahi-Nya, Ia memenuhinya menurut misi illahi-Nya, namun Ia tidak pernah mengurangi otoritas illahinya.
Yesus tidak pernah mengesampingkan Kitab Suci dalam encounter dengan Allah (bandingkan diskusi dalam bagian 3, pasal 3). Bagi Dia, Kitab Suci adalah medium dan test dari encounter. Sikap-Nya terhadap Kitab Suci adalah satu kepercayaan total. Ia percaya bahwa Kitab Suci adalah Firman Allah yang ditulis langsung ditujukan untuk manusia. Apa yang tertulis adalah apa yang harus kita percayai dan taati. Misalnya Yesus di dalam Matius 4:4 langsung mengutip Ulangan 8:3 untuk menunjukkan kepada kita kehendak Allah bagi hidup kita.
Yesus tidak terikat oleh tradisi manusia. Ia mengklaim bahwa pengajaran-Nya sendiri adalah inspirasi langsung dan illahi (Yohanes 7:16; 12:49). Menurut pengakuan banyak orang pada zaman-Nya justru Ia memiliki kehidupan agamawi yang unik, namun dalam penekanan-Nya akan Kitab Suci Yesus sendiri patuh terhadap otoritasnya yang tidak dapat diganggu gugat. Dalam Alkitab Ia mendengar suara Allah (Mat. 5:18; Yoh. 10:35). Argumentasi-argumentasi-Nya didasarkan pada ayat-ayat Alkitab. Para lawan-Nya Ia tegur karena tidak memiliki pemahaman akan Kitab Suci dengan baik. Setan dikalahkan dengan cara yang sederhana yaitu dengan mengutip Kitab Suci yang adalah Firman Allah. Pelayanan Yesus diatur oleh apa yang Alkitab telah nubuatkan tentang siapa dan apa yang harus dilakukan oleh Mesias. Ia harus mati di kayu salib seperti yang telah tertulis demikian tentang Dia. Seluruh berita-Nya tentang Kerajaan Allah di dasarkan pada pewahyuan Perjanjian Lama. Ia tidak pernah berpikir untuk terpisah dari wahyu dari Kitab Suci. Pelanggaran seperti itu hanya dapat memimpin ke rawa subyektivitas.
Perkataan-perkataan yang Yesus ucapkan sendiri diinspirasikan. Pada referensi/nubuatan yang lebih awal untuk jabatan-Nya sebagai nabi di dalam Ulangan 18:18, Allah Yehova berfirman, “Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya.” Yesus berbicara di bawah otoritas sorga (Yohanes 6:63, 8:26, 28, 40; 12:49, 50). Dalam Kitab Wahyu kita membaca, “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat” (Wahyu 2:7). Dan itulah berita/khotbah yang Yesus sampaikan. Khotbah Kristus adalah perkataan Roh Allah (Lukas 4:18).
Penggunaan Kitab Suci oleh Yesus di dalamnya sendiri merupakan wahyu yang agung. Pada waktu Ia berumur dua belas tahun, di Bait Suci di Yerusalem, Ia menunjukkan pengetahuannya yang sangat mengejutkan tentang isi Kitab Suci. Sepanjang kisah hidup dan pelayanan-Nya kita diperkenalkan dengan pengetahuan-Nya yang menakjubkan akan Firman Allah. Dalam kisah pencobaan Yesus, kita membaca bahwa tiga kali Ia menggunakan Firman Allah dari Kitab Ulangan. Ini sungguh luar biasa bahwa Tuhan Yesus menghardik dan mengalahkan Setan dengan kekuatan hikmat-Nya yang superior. Ia menghardiknya dengan kuat kuasa-Nya. Pembelaan-Nya dari setiap pencobaan jelas dan sederhana, yaitu dengan berkata, “Seperti ada tertulis.” Kita melihat Yesus dalam Matius 4 mengalahkan si pencoba di padang gurun dengan tiga kutipan Alkitab dari Kitab Ulangan tanpa tafsiran atau komentar, melainkan hanya dengan mengutipnya langsung, “Seperti ada tertulis.” Tidak ada dalam sepanjang sejarah manusia atau bahkan di dalam wilayah pewahyuan illahi yang membuktikan lebih jelas dari inpirasi Kitab Suci ini. Yesus, yang berbicara dari sorga, membentengi diri-Nya sendiri menghadapi para pencoba dari neraka dengan Firman Allah.
Setelah pencobaan berat dari Setan yang dialami Kristus, Tuhan memulai pelayanan publik-Nya di Nazaret. Bagaimana Ia memulai pelayanan-Nya itu? Ia mulai dengan membaca kitab Nabi Yesaya. Kisah ini dapat kita temukan dalam Lukas 4:16-21. Dalam pelayanan Tuhan selanjutnya, kita dapat menemukan lagi dan lagi Dia mempertahankan keilahian-Nya di hadapan orang-orang Yahudi dengan membuktikannya dari Firman Allah (Yohanes 5:39).
Dalam Markus 7:13 Tuhan Yesus sendiri dengan jelas mengatakan bahwa Kitab Taurat adalah Firman Allah. Seringkali dikatakan bahwa Alkitab mengklaim dirinya sendiri adalah Firman Allah. Dan di sini Yesus secara jelas menegaskan bahwa itu adalah Firman Allah. Kristus mengajarkan bahwa Kitab Suci diinspirasikan kata-per-kata (Matius 5:17, 18). Di sini Kristus menegaskan bahwa Kitab Taurat tidak dapat dibinasakan, bukan hanya substansinya, tetapi juga setiap kata yang tertulis di dalamnya, bukan hanya konsep atau inti pemikiran atau pengajarannya tetapi setiap kata yang tertulis di dalamnya. Ia berkata bahwa satu yot atau satu title tidak akan ditiadakan dari Kitab Taurat. Setiap sarjana bahasa Ibrani tahu bahwa “yot” adalah haruf terkecil dalam alpabet bahasa Ibrani. Dan para sarjana juga tahu bahwa “title” [atau di Indonesia diterjemahkan “titik” dan ini adalah terjemahan yang kurang tepat] adalah tanduk kecil yang ada pada beberapa konsonan alpabet bahasa Ibrani. Ini berhubungan dengan karakter atau bagian huruf terkecil dalam teks Kitab Suci, dan selain ini tidak ada lagi ungkapan atau perkataan yang lebih kuat yang dapat ditegaskan oleh Tuhan kita untuk menegaskan otoritas illahi dari setiap bagian dari Perjanjian Lama, baik Kitab Taurat maupun kitab Para Nabi.
Dalam Yohanes 10:34-36 Kristus membela diri-Nya sendiri dari tuduhan penghujatan dengan mengklaim bahwa diri-Nya adalah Anak Allah dengan mendasarkan klaim-Nya itu di atas Kitab Suci Perjanjian Lama yang tidak dapat dibinasakan. Ini adalah pengajaran inspirasi kata-per-kata (verbal inspiration) dalam bentuk yang paling jelas dan gamblang. Ketika Ia membela diri-Nya sendiri menghadapi tuduhan penghujatan, secara spesifik Ia menggunakan Firman tertulis dari Perjanjian Lama.
Dalam Matius 22:31-32, Kristus menggunakan tensis kata kerja dalam Kitab Suci untuk menegaskan salah satu doktrin teragung dalam iman Kristen. Ia memperkuat doktrin tentang kebangkitan ketika menghadapi skeptisisme dari orang-orang Saduki dengan menekankan tensis masa kini (present tense) dari kata kerja “to be.” Kata “Am” dipakai Yehova ketika berbicara dengan Musa dalam semak yang terbakar adalah dasar dari doktrin Tuhan tentang kebangkitan dan kehidupan orang-orang kudus dari kematian. Dalam Matius 22:44-45, Tuhan membuat referensi ke Kitab Mazmur 110 dan berkata bahwa Daud menulis Kitab Mazmur secara sempurna berada dalam pengaruh atau pimpinan Roh sehingga setiap kata yang dihasilnya mutlak berotoritas. Dalam Matius 22:42-44 kita menemukan Tuhan kita mempertahankan keilahian-Nya dengan menyebutkan dua kali kata “Tuan,” dalam Mazmur 110.
Yesus Setelah Kebangkitan-Nya dari Antara Orang Mati
Jika ada kritik yang mengatakan bahwa Tuhan pada saat Ia menjadi manusia hanya memiliki sebagian pengetahuan dari keseluruahan kebenaran dan terbatas di dalam pemahaman-Nya akan Kitab Suci, tentu dapat dipastikan bahwa tidak ada lagi pertanyaan tentang keterbatasan pengetahuan-Nya setelah kebangkitan-Nya. Tuhan kita menyatakan diri-Nya bebas dari semua kondisi yang membatasi di dunia ini. Setelah kebangkitan-Nya yang Ia menegaskan telah menggenapi seluruh Perjanjian Lama (Lukas 24:27, 44, 46). Orang Yahudi membagi kanon Alkitab mereka, atau Alkitab Perjanjian Lama kita sekarang, menjadi tiga bagian. Bagian pertama adalah “Taurat,” yang berisi lima Kitab Musa. Bagian berikutnya adalah “Kitab Para Nabi,” ini terdiri dari kebanyakan kitab yang sekarang kita sebut kitab nabi-nabi dan beberapa kitab yang sekarang kita sebut kitab sejarah. Dan sisanya, termasuk Kitab-Kitab Puisi, orang Ibrani menyebutnya sebagai “tulisan-tulisan suci,” [atau dalam Alkitab bahasa Indonesia diterjemahkan Kitab Mazmur]. Yesus Kristus, setelah kebangkitan-Nya, mengambil setiap kitab dari kanon Kitab Suci Perjanjian Lama ini dan memberikan stempel otoritasnya pada setiap kitab. Jadi jika kita menerima otoritas Yesus Kristus, secara logika kita harus menerima keseluruhan Kitab Suci Perjanjian Lama.
Ketika Kristus membuat referensi kepada sejumlah naratif dan catatan Perjanjian Lama, Ia menerima seluruh isi kitab Perjanjian Lama sebagai perkataan dan sejarah yang otentik dan benar. Ia tidak memberikan atau menyarankan untuk menafsirkan Perjanjian Lama sebagai mitos atau dongeng atau alegori. Sejumlah catatan tentan penciptaan, air bah, penghancuran Sodom dan Gomora dan peristiwa-peristiwa lainnya dipercaya sebagai sejarah otentik. Ada banyak bukti yang berkelimpahan bahwa Kitab Suci orang Yahudi ini adalah Firman Allah yang dijamin kebenarannya.
Tidak ada kata yang pernah terucap dari mulut Yesus yang menunjukkan keraguan-Nya akan keaslian kitab-kitab ini, dan secara jelas Ia mengakui bahwa Kitab Suci ditulis oleh para penulis yang jelas namanya. Misalnya Kitab Taurat ditulis oleh Musa; Daud dihubungkan dengan Kitab Mazmur; nubuatan-nubuatan Yesaya diatributkan atau diakui ditulis oleh Yesaya; nubuatan-nubuatan Daniel diatributkan atau diakui ditulis oleh Daniel. Tuhan menegur umat-Nya yang meragukan Kitab Suci dan menghilangkan keaslian tradisi atau sejarah dalam Kitab Taurat, dan ia juga tidak pernah menyarankan agar mereka memalsukan beberapa kitab dalam kanon atau mengajar agar mereka menolak beberapa kitab sebagai firman Allah.
Kristus dan Perjanjian Baru
Otoritas Tuhan kita bukan hanya untuk Kitab Suci Perjanjian Lama tetapi Ia juga memeteraikan otoritasnya atas Perjanjian Baru juga. Bagaimana ini mungkin, karena ketika Yesus meninggalkan bumi ini Kitab Perjanjian Baru belum ditulis? Jawabannya terletak dalam fakta bahwa Yesus memberikan stempel otoritasnya di atas tulisan para rasul sebagai antisipasi. “Tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu” (Yohanes 14:26). Kita memiliki otoritas Kristus sendiri darinya bahwa di dalam tulisan-tulisan para rasul kita tidak memiliki rekoleksi apostolik dari apa yang Yesus pernah firmankan, namun rekoleksi Roh Kudus tentang apa yang pernah Yesus firmankan.
Ketika para rasul mungkin lupa dan tidak bisa memberikan laporan yang akurat, namun Roh Kudus tidak dapat lupa. Kita melihat dari kebenaran ini yang membuktikan bahwa Kitab Suci Perjanjian Baru adalah produk inspirasi dan produk langsung dari Roh Kudus Allah. Penegasan ini diulangi dalam Yohanes 16:12-13: “Masih banyak hal yang harus Kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya. Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan dating.” Jika kita menerima otoritas Yesus Kristus, kita kita juga harus menerima pengajaran para rasul dan tulisan-tulisan Perjanjian Baru sebagai firman Allah yang diberikan oleh Roh Kudus. Pengajaran para rasul dan kitab-kitab itu berisi kebenaran yang Yesus ingin kita miliki setelah Ia meninggalkan dunia ini. Seruan “Back to Christ” bukanlah sesuatu yang buruk. Karena ketika anda kembali kepada Kristus, anda mendengar Kristus sendiri yang berkata: “Pada diri para rasul. Mereka memiliki kebenaran lebih lanjut yang Roh Kudus-Ku akan nyatakan.”
Apakah Yesus berpikir bahwa Alkitab penuh dengan kesalahan? Seluruh pengajaran Yesus yang menjunjung tinggi Kitab Suci diekspresikan dalam term-term positif, yang mana Ia mengakui setiap kata dan suku kata dari keseluruhan Kitab Suci dari awal hingga akhir adalah benar. Bagaimana sebaiknya kita menyimpulkan ini? Kita menghadapi tiga kemungkinan: Pertama, bahwa tidak ada kesalahan di dalam Alkitab. Kedua, bahwa kesalahan itu mungkin ada namun Kristus tidak menyadarinya. Ketiga, bahwa Ia menyadari kesalahan-kesalahan ini namun Ia tidak memberitahukannya kepada umat-Nya. Apa yang harus kita pikirkan tentang tiga alternatif ini? Jika kesalahan ada dalam Alkitab dan Kristus tidak memberitahukannya kepada kita, maka Ia menyembunyikan kebenaran penuh tentang Allah dari mata kita. Lagi, jika kesalahan ada dalam Alkitab dan Kristus tidak menyadarinya, tentu Ia bukanlah Anak Allah seperti yang Ia klaim sendiri tentang diri-Nya. Oleh sebab itu, tidak ada kesimpulan dari pada kesimpulan yang pertama yaitu bahwa tidak ada kesalahan dalam Kitab Suci. Jika Alkitab ini adalah benar bagi Kristus, maka ini juga benar bagi setiap orang Kristen.
Alkitab adalah otoritas final kita. Pertanyaannya bukan lagi tentang apa yang saya pikirkan atau apa yang orang lain pikirkan. Pertanyaannya selalu, “Apa yang Kitab Suci katakan?” Bahkan Pemazmur menulis, “Untuk selama-lamanya, ya TUHAN, firman-Mu tetap teguh di sorga” (Mazmur 119:89). Oleh sebab itu, saya membungkuk di hadapan otoritas Allah ini, mengakui Firman-Nya, dan mentaati pengajaran-Nya. Karena Alkitab adalah Firman Allah, maka ini menjadi otoritas atau dasar final dalam segala sesuatu yang berhubungan dengan doktrin atau pengajaran, tugas, dan pelayanan serta kehidupan. Bagi kita yang mengasihi Tuhan dan yang menerima Dia sebagai Juruselamat kita, perkataan-Nya berhubungan dengan infallibelitas Kitab Suci adalah penuh, final dan komplit.
Otoritas Kristus mengatasi atau menjawab pertanyaan kita tentang inspirasi Alkitab untuk selamanya. Alkitab secara keseluruhan diinspirasikan dan adalah medium kuasa Allah bagi kita dalam kehidupan ini dan medium keselamatan dari Allah bagi kita di dunia yang akan datang.